Setelah akad nikah dilaksanakan, dilanjutkan dengan Upacara Adat Panggih. Kali ini saya mau share dikit tentang upacara adat Panggih berikut maknanya yang saya ambil dari sini.
Upacara panggih lengkapnya disebut upacara adat widhi widana panggih, yaitu suatu tata cara mulia yang diturunkan oleh Tuhan untuk membuat hati hambaNya tenteram. (Widhi=Tuhan; widana=pemberian yang bersifat mulia). Kata panggih itu sendiri merupakan akronim dari 'pangudi gambuhing penggalih' artinya yang membuat hati tenteram. Upacara ini fungsinya sama dengan akad-nikah dalam agama Islam, yaitu mempersaksikan kehendak berumah tangga di hadapan manusia dan Tuhan. Setiap agama ataupun suku bangsa punya tata cara sendiri yang satu sama lain berbeda tetapi tujuannya sama, yaitu untuk urusan perkawinan manusia harus melalui proses upacara ritual tertentu lebih dahulu. Mungkin pada zaman dahulu kala Tuhan mengajarkan upacara panggih itu kepada suku Jawa sebagaimana Dia mengajarkan akad-nikah kepada bangsa Arab. Katanya sih, upacara panggih itu warisan budaya kuno Jawa.
Setelah berhadap-hadapan dengan jarak beberapa langkah mereka saling
melempar gantal. Gantal adalah daun sirih yang digulung diikat dengan
benang. Ada pula yang tidak dilempar tetapi ditukar kemudian diremas
lalu dijatuhkan di situ. Kedua mempelai membulatkan tekadnya untuk
membangun mahligai rumah tangga bagaikan membulatkan gulungan daun
sirih. Daun sirih itu atas bawahnya pasti terlihat beda, tetapi kalau
digigit rasanya di lidah sama saja. Itulah pengandaian kedua mempelai,
mereka beda jenis kelamin tetapi tekadnya membangun mahligai rumah
tangga sudah sama. Niat yang sama itu menjadikan mereka terikat janji
luhur untuk hidup bersama, mereka mengikat janji dengan ikatan benang
pada gulungan daun sirih.
Di hadapan kedua mempelai kemudian diletakkan telor ayam dan air,
mempelai pria menginjak telor tadi dengan kaki kanan sampai telornya
pecah mengotori kakinya. Sambil menginjak itu mempelai pria membulatkan
niatnya untuk 'ngayani, ngayemi, ngayomi' (=mencukupi,
membahagiakan dan melidungi) pasangannya sebab sadar bahwa tindakannya
mengawini pasangannya adalah merusak status keperawanannya yang tidak
mungkin pulih kembali lagi bagaikan pecahnya telor, karena itu bertekad:
berani merusak tentu harus berani membangun dengan 'ngayani, ngayemi, ngayomi'.
Wijik Suku
Mempelai putri kemudian berjongkok membasuh kaki yang kotor tadi dengan
air yang disediakan kemudian melapnya sampai kering, saat itu dia
menyadarkan dirinya akan tugasnya, yaitu berbakti pada suami, berbakti
itu terkadang berat, boleh jadi suatu ketika hal menjijikkan macam
membasuh kaki kotor akan dijalani.
Lantingan
Setelah kakinya bersih mempelai pria
memakai lagi selopnya, lalu membimbing mempelai wanita berdiri sejajar
di samping kirinya, ini disebut 'lantingan'. Saat itu mempelai
pria menyadarkan dirinya bahwa harkat, martabat dan derajat pasangannya
itu sejajar, setara dengan dirinya. Istilah sekarang disebut 'kesetaraan gender'.
Sindur Binayung |
Sang ibu mempelai putri me'nyingeb'kan
selendang sindur ke punggung kedua mempelai, singeb artinya selimut,
kedua ujungnya dipegang oleh sang ayah yang kemudian 'menyeret'
membimbingnya menuju kursi pelaminan, sedang sang ibu meletakkan kedua
tangannya di punggung kedua mempelai seperti mendorong.
Sindur
artinya anugerah air kehidupan, yaitu kehidupan dalam hubungan suami
istri. Setelah selesai upacara, hubungan itu sudah 'halal' bagi kedua
mempelai. Hubungan itulah yang akan selalu mempersatukan mereka karena
mereka terselimuti pengaruh hubungan itu. Tanpa hal itu rumah tangga
bisa goyah atau bahkan hancur. Tetapi awas jangan sembarangan
menggunakannya, karena itulah diperingatkan dengan warna selendang
sindur yang merah di tengahnya, sedang warna putih di tepinya
melambangkan air kehidupan itu. Sang ayah 'menyeret' membimbingnya, ini
menyadarkan kedua mempelai untuk mengarahkan hak hubungan suami istri
itu kepada nilai-nilai luhur (=akhlakul karimah). Sedang sang ibu 'mendorong' punggung mereka sebagai isyarat bahwa orang tua selalu memberi dukungan moral.
Timbangan/Pangkon |
Timbangan/Pangkon
Setelah sampai di kursi pelaminan sang ayah duduk, kedua mempelai duduk
dipangku di lutut sang ayah. Pada saat itu sang ayah menimbang berat
mereka dengan hatinya, sudah sama belum kasih sayangnya terhadap mereka,
yang satu anak yang satu menantu, lalu sang ibu bertanya, "awrat pundi Pak?" (=berat mana Pak?). Lalu sang ayah menjawab, "ah, padha wae" (=ah, sama saja). Orang tua tak lagi membedakan antara anak dan menantu, keduanya merupakan anak sendiri.
Wisudan |
Kemudian mereka berdiri, sang ayah memegang pundak mereka, membimbing mereka duduk berdampingan di kursi pelaminan, kesannya seperti sedang ditancapkan (=tanceban), atau bagaikan tanaman padi yang ditanam (=tandur), atau diwisuda, dari status calon temanten diwisuda menjadi temanten. Dengan isyarat ini orang tua telah menempatkan mereka di tempat yang seharusnya yaitu rumah tangga.
Kacar-kucur |
hasil kacar-kucurnya diikat |
menyerahkan hasil kacar-kucur ke ibu mempelai wanita |
Pengantin pria menuangkan 'tampa kaya' dari lipatan 'klasa bangka' ke pangkuan mempelai putri yang dialasi selembar 'kacu gembaya' untuk membungkusnya. Mempelai putri kemudian menyerahkan bungkusan tersebut kepada ibunya. 'Tampa kaya'
biasanya berupa beras kuning disertai biji-bijian dan bumbu dapur
seperti kacang, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, dsb. Artinya
pria memberikan nafkah pada istrinya. 'Klasa bangka' adalah tikar pandan kecil, umumnya diganti dengan kain sindur yang dilipat. 'Kacu gembaya'
adalah saputangan khusus yang tengahnya berbentuk kantung. Dalam rumah
tangga istri bertugas memanage ekonomi rumah tangga, dalam memanage itu
mesti ingat orang tuanya, karena itulah mempelai putri menyerahkan
bungkusan pada ibunya.
Dulangan |
Dulangan
Intinya mempelai pria menyuapi mempelai putri dengan sekepal nasi
sebagai ibarat berperan sebagai guru pembimbing dalam rumah tangga.
Dalam perkembangannya menjadi dulang-dulangan, kedua mempelai saling
menyuapi yang bisa diartikan sebagai saling kompak. Dalam praktek
umumnya nasinya adalah nasi kuning yang dibuat tumpeng, bahkan
dilengkapi ingkung.
Ngunjuk tirta wening |
ini sih mantennya kehausan.. wkwkwk.. |
ortu mempelai wanita ngunjuk rujak degan |
ortu mempelai pria ngunjuk rujak degan |
kedua mempelai ngunjuk rujak degan |
Mempelai saling memberi minum dengan air putih, ada pula pakai rujak degan. Bermakna harapan akan kejernihan hati di dalam berumah tangga sebagaimana jernihnya air putih, atau harapan akan keturunan dengan minum rujak degan.
Pemasangan Cincin Kewong |
pameeeerr... |
sungkeman ke ortu mempelai wanita |
sungkeman ke ortu mempelai pria |
Sebagai penutup upacara adat kedua mempelai sungkem pada orang tua sebagai tanda berbakti.
Naaaah, kira-kira begitulah ringkasan upacara Panggih.. Salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan! :)
See you,
Tiari
No comments:
Post a Comment
i'm so glad if you comment this post. But no 'Anonymous' please..
thank's.. :)